Sabtu, 12 April 2008

Bantuan Langsung Tunai

Ada-ada saja program pemerintah pusat yang saya anggap tidak mendidik dan mendorong kemunduran. Wujud pemberian uang untuk konsumsi langsung kepada warga tanpa kerja sangat tidak mendidik dan membuat malas warga. Tidak adakah program yang lebih bermutu? Terus terang saya lebih mendukung program pemerintah yang memberdayakan masyarakat, bukan program yang memperdaya masyarakat. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) jelas program yang membuat masyarakat tidak berdaya, menciptakan kemiskinan, menghambat kemajuan, mendorong kemalasan, membunuh kreatifitas dan menyengsarakan kehidupan secara ekonomi dan sosial di masyarakat dalam jangka panjang.
Saya sangat setuju sekali jika pemerintah punya program yang menggairahkan masyarakat untuk berusaha dan berfikir dengan progaram-program penciptaan lapangan pekerjaan yang luas seperti padat karya, bantuan modal usaha kerja tanpa agunan, program penyuluhan usaha kecil dan menengah yang mudah diterapkan, bimbingan teknis dan bantuan alat, bantuan pertanian dan peternakan skala menengah ke bawah, dan program-program lain yang intinya memberi kail bukan memberi umpan.Namun jika memang seandainya pemerintah benar-benar meluncurkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), maka sebaiknya harus seselektif mungkin. Bantuan ini khusus untuk orang yang memang tidak bisa apa-apa dan tidak punya apa-apa atau tidak punya saudara yang mampu.

HALO PLN?

Sudah waktunya PLN mengubah sistem penghitungan jumlah pemakaian listrik oleh pelanggannya. Selama ini PLN menerjunkan petugas pencatat meteran untuk mengetahui jumlah pemakaian listrik pelanggan per bulannya. Menurut saya cara seperti ini sudah ketinggalan jaman di era informasi ini. Saya ada usul bagaimana jika PLN menggunakan metode SMS untuk mengetahui jumlah pemakaian listrik pelanggannya? Caranya begini, setiap pelanggan mengirimkan SMS ke nomor yang telah ditetapkan oleh PLN yang isinya mengenai angka terakhir penggunaan listrik di meteran pelanggan. Dari sini PLN bisa langsung memberikan tagihan besarnya listrik yang harus dibayar pelanggan setiap bulannnya tanpa harus menerjunkan pencatat meteran. Saya kira hampir semua pelanggan listrik PLN punya ponsel, dan seandainya tidak punya bisa minta tolong pada tetangga yang punya ponsel. Saya yakin tiap dusun atau bahkan RT pasti ada warga yang punya ponsel. Jika PLN ragu-ragu dengan laporan pelanggan, PLN bisa mengecek setahun sekali atau sekali-kali diadakan operasi kejujuran untuk mengecek besarnya pemakaian listrik. Saya kira cara ini bisa memuaskan semua pihak dan memberdayakan pelanggan. PLN bisa menghemat biaya untuk membayar petugas pencatat meteran dan pelanggan merasa membayar listrik sesuai dengan pemakaiannya. Bagaimana PLN ?

PEKERJAAN SIA-SIA

Di jaman seperti sekarang ini, kita sebagai PNS mempunyai tugas tambahan yang kadang-kadang kalau kita pikir tidak perlu dan hanya sekedar menghambur-hamburkan uang dan menyita waktu. Sebagai contoh saya seorang PNS, saya mendapatkan surat yang isinya diminta membuat SPT dan LP2P. Sebetulnya untuk apa sih laporan-laporan seperti itu ? Apa tidak menghambur-hamburkan uang negara untuk biaya foto copy dan tentu saja gaji yang merekap laporan. Kita ambil ilustrasi PNS di kabupaten Kulon Progo kurang lebih berjumlah 10 ribu. Seandainya tiap PNS dikirimi SPT dari Dirjen Pajak yang dinilai uang kira-kira Rp 1.000,- per PNS. Dari hitungan ini untuk biaya pembuatan SPT PNS Kab. Kulon Progo saja sudah 10.000 X 1.000 = 10 juta. Kalau PNS seluruh Indonesia berapa ? Kita andaikan saja di Indonesia ada 10 juta PNS, sehingga untuk pembuatan laporan pajak yang sebetulnya telah kita bayarkan (alias tidak menambah penerimaan Negara) membutuhkan biaya 10 juta X 1.000 = 10 milyar. Itu baru biaya foto copynya saja, bagaiamana jika karyawan perpajakan juga minta tambahan gaji atau insentif karena beban tambahan pekerjaan memeriksa SPT yang pajaknya sebetulnya telah dipotong bendahara instansi masing-masing? Kemudian untuk yang LP2P, katakankah PNS golongan III/a ke atas 7 juta, biaya LP2P kira-kira juga 1.000, sehingga foto kopi untuk LP2P seluruh Indonesia 7 juta X 1.000 = 7 milyar. Uang sebanyak ini saya kira lebih bermanfaat untuk rakyat daripada dihambur-hamburkan untuk SPT dan LP2P. Dari segi waktu, kita harus antri dan ijin tidak masuk kerja karena pergi ke kantor pajak menyampaikan SPT yang sebetulnya tidak perlu karena telah dipotong bendahara instansi masing-masing? Tidakkah kantor pajak merekap setoran dari bendahara saja?

Kamis, 10 April 2008

SARAN DAN KRITIK BAGI PKU MUH BANTUL

Sebelumnya selamat dan sukses selalu bagi PKU yang telah memberikan layanan terbaiknya bagi masyarakat Bantul pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun terlepas dari hal di atas ada satu yang ingin saya sampaikan untuk meningkatkan pelayanan di RS PKU Bantul, insya Allah.
Kesan selama ini biaya di PKU mahal.
Hal ini mungkin karena memang pelayanan yang baik, butuh biaya yang lebih besar pula. Namun saya ada usul bagaimana kalau PKU mengadakan kerjasama dengan PT Askes sehingga PNS yang selama ini mendapatkan pelayanan kurang baik di RS pemerintah bisa memanfaatkan PKU jika berobat. Slogan-slogan pelayanan terbaik selama ini yang didengungkan RS pemerintah belum diimplementasikan di lapangan. Saya kira Muhammadiyah bisa membidik segmen askes yang selama ini jarang digunakan PNS karena tidak mendapatkan pelayanan yang baik di RS pemerintah, PNS lebih senang membayar lebih di RS Swasta yang dalam hal ini PKU Muh Bantul.